Rabu, 16 Maret 2011

Laki-laki itu (1)

(Akan ada beberapa tulisan untuk laki-laki yang dengan segala adanya membentuk hati saya sedemikian rupa hingga seperti hari ini. Tidak akan ditulis secara urut berdasarkan waktu. Tapi hati punya satu tiang pancang sendiri, dan pancang itu ada pada laki-laki kedua. Saya ingatkan, tulisan ini akan sangat panjang...)

----

Aku jadikan kamu sebagai pancang, bukan tanpa makna. Tentu karena tiga setengah tahun itu bukan sekedar hitungan berbilang angka. Lebih dari itu... (aku mengela nafas sampai di kalimat ini, menulis lagi tentang yang pernah ada dan yang selalu ada di antara kita, ternyata tidak mudah). Kamu adalah alasan pertama yang aku ingat dari segala kisah bertema cinta. Cinta, hubungan, pertengkaran, pengkhianatan. Kamu adalah penanda, karena bertahun-tahun ke depan, ukuran yang pernah kita takar bersama, adalah benchmark. Selalu ditengok tanpa sadar. Bahkan tanpa diingat rasa suka dan perihnya.Yang pernah ada itu, bukan lagi berupa kenangan. Buatku, sudah menjadi pengetahuan, seperti mengetahui bahwa tiga kali lima sama dengan lima belas. Hafal di luar kepala.

Kita saling memuja. Kamu adalah satu dari sedikit manusia di dunia yang sangat aku percaya. Aku pernah begitu mengenalmu, sebegitu dalam, hingga 'apa kata orang' tidak akan berarti apa-apa. Sampai di pertemuan terakhir kita, kamu pernah bilang, separah apapun cemburu ku dulu, tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan gadis-gadis yang kemudian dekat denganmu. Aku hanya menjawab dengan tawa. Aku tahu kamu merayu, tapi aku juga tahu, kamu tidak pernah merayu tanpa fakta. Itu yang tidak diketahui banyak gadis di luar sana, kamu tahu, mereka mengataimu laki-laki gombal hanya karena ketakutan akan jatuh dalam rayuanmu dan tidak bisa bangkit lagi ;).

Tentu aku sering cemburu akan kedekatanmu dengan banyak wanita, dulu. Nomor handphone mu adalah 911 bagi banyak orang. Tapi, standarku terlalu tinggi untuk rela cemburu pada orang lain. Itulah kenapa kita bertahan begitu lama. Jiwa-jiwa bebas yang harus diulur untuk bisa ditarik. Harus dilonggarkan untuk diikat. Kita hanya perlu selalu yakin bahwa aku hanya padamu, dan begitu pula sebaliknya.

Pada akhirnya, semua hal yang ada pada sebuah hubungan pernah kita lewati. Kita saling mencinta, memuja, tergantung, curiga. Drama sejuta babak, saling menyakiti, membenci, mengkhianati. Kita pernah ada di sana. Semuanya. Dan akulah yang menyerah. Kamu pernah hampir menyerah, tapi tidak. Sedang aku, seperti tidak pernah menyerah, penuh pemaafan dan kesempatan, tetapi di saat aku bilang menyerah, tidak ada satu hal pun yang bisa membangkitkan lagi. 

Aku yang menyerah. Pada jarak, pada waktu, pada diriku sendiri. Satu hal yang tidak pernah aku bilang sebelumnya, dua tahun lebih beberapa bulan setelah hari itu, aku menyesal kita pernah berakhir. Menyesal karena berakhirnya hubungan kita membuatku memulai hubungan baru dengan laki-laki lain yang sampai sekarang pun aku merasa tidak pernah mengenalnya. Ini karma. Aku tahu, tapi tidak pernah mengakuinya.

Jika memang aku menyesal, mungkin pertanyaanmu akan menuju ke satu hari, setahun yang lalu. Hari di mana aku hancur dan satu nama yang aku ingat hanya kamu. Hari di mana kemudian kamu mulai menawarkan masa depan, dan aku tidak menerimanya. Kamu terlalu terburu-buru, saat itu. Sama seperti aku yang dulu pernah begitu yakin akan menikah muda, 21-22 tahun pun jadi, untuk bisa denganmu. Tapi kamu tidak. Waktu menggulung, kita putus. Punya pacar masing-masing. Sama-sama putus, dan kamu terburu-buru. Aku bahkan belum bisa mengenali warna hatiku sendiri. Dan kamu begitu yakin masih mengenalku seperti aku yang dulu. Padahal, siapa yang tahu?

Garis kita saling memotong dan menyimpang.  Berkali-kalipun beririsan, tidak akan membawa kemana-mana karena di saat aku melompat, kamu memilih bertahan, dan saat kamu akan berlari, buatku itu waktunya berhenti. Momentum yang kita jadikan titik kritis tidak sama. 

Kita tidak pernah benar-benar berteman, karena ada sesuatu yang tidak pernah mati. Hidup di antara masing-masing pandangan hidup yang terbentuk saat kita adalah satu. Aku masih mengikuti hidupmu, kadang-kadang. Melihatmu dari jauh, sesekali memastikan bahwa kamu baik-baik saja, tentu tanpa kamu tahu. Percakapan terakhir kita adalah sebelum kamu menikah, ucapan maaf karena tidak ada undangan secara fisik untukku. Karena calon istrimu tidak pernah menyukaiku. Kita sama-sama tertawa. Time passes, dan aku senang kamu sudah banyak belajar.

Elizabeth Gilbert menuliskan, bahwa soulmate adalah orang yang datang dalam hidupmu untuk mengantarkan pesan. Jika itu benar, kamu sudah lebih, lebih, lebih dari itu. 

I'm getting married in the next few weeks. Mungkin kamu sudah tidak mengikuti hidupku, mungkin masih, aku tak tahu. Tapi kalau kamu mungkin mau tahu, laki-laki yang sekarang aku pilih, tidak saja aku cinta tapi kami juga memiliki momen kritis yang sama. Dia melompat di detik yang sama saat aku melompat. Sama seperti wanita yang menjadi istrimu kini. Jadi, tidak ada yang akan disesali bertahun-tahun ke depan nanti.

Terima kasih untuk pernah memiliki misi hidup yang sama, untuk mengenalkanku pada komik Legenda Naga, untuk hadiah-hadiah buku yang selalu bisa kutebak, untuk selalu bisa diandalkan, entah sebagai mantan pacar atau pacar. Untuk simpati yang dalam setiap kram perut bulananku, tell ya, belum ada laki-laki lain di dekatku yang tidak meremehkan betapa menderitanya kram perut karena menstruasi, sebesar kamu. Bahkan mungkin kamu masih hafal nama obat pereda nyeri yang direkomendasikan dokter buatku.

Maaf untuk setiap hal yang belum bisa kita maafkan, masing-masing. Dan terima kasih untuk setiap aku hari ini yang terbentuk karena pernah ada kamu di timeline hidupku. Di titik ini aku terkejut dengan pencapaian diriku, karena, untuk pertama kalinya, dengan tulus dan penuh kesadaran, aku mendoakan kebahagiaanmu. 
(2004 - 2007)



Gambar dari sini.

6 komentar:

Kiky mengatakan...

'meleleh' aku bacanya cha. Jujur dan menginspirasi :)

Pencapaian yang hebat banget cha! Selamaaaaaaaaat :D

Anonim mengatakan...

Don't know why..
Aku nangis mbak :(

Ariza mengatakan...

amelku: makasiiiiih. prestasi yaaa :))

anonim (ini sapa yaaa?): jangan nangiiis. aku nulisnya aja ga pake nangis lo ini.. #tumben :D

dyra mengatakan...

istrinya temen gwe, dan gwe ga pernah tau kalo si 'mantan' itu dulu elu. waktu tau ampe kagetnya, "HAAAA??!!"

aneh, ketika tau dunia itu begitu sempit.

-semoga gwe ga salah nebak-

*berdesir-desir bacanya*

Ariza mengatakan...

dyra: gw legendaris dong, halah :P. Aww gw sbg si 'mantan' yaa?? hihi psti banyak cerita antagonis deh nih, hehehehe...

dyra mengatakan...

errr, malah gwe ga pernah ngomongin lu sama sekali. karena kayaknya sang laki-laki dan istrinya itu juga gataw kalo gwe fans blog ini, hwakakakak

ah sudahlah, kok malah dibahas.