Rabu, 22 Februari 2012

(Kalau Ada yang Kangen) Cerita Tentang Saya dan Roti Srikaya

Setiap ada yang bertanya kenapa seorang saya akhirnya memutuskan untuk menikah di usia mainstream, akhirnya berani melawan semua ketakutan yang diciptakan bertahun-tahun mengenai sebuah komitmen bernama pernikahan, saya selalu menjawab bahwa orang ini adalah orang yang dengannya saya bisa menertawakan hidup bersama. Kami berbagi syaraf sense-of-humor yang serupa, sehingga hal se-pathetic apapun, pada akhirnya bisa dijadikan bahan celaan di pagi hari setelah mandi, sambil memilih baju apa yang akan dipakai hari ini.

Lucu, hal simpel seperti itu, mencari orang dengan sense-of-humor atas hidup yang sama, baru saya ketahui setelah tiga kali pacaran serius, sekian orang teman-tapi-mesra, sekian orang yang sudah dekat tapi akhirnya gak jadi pacaran. Selama bertahun-tahun saya memulai dan mengakhiri untuk mencari sesuatu yang bahkan belum saya tahu apa yang saya mau.

Salah satu hal yang saya syukuri tiap hari adalah kisah-kisah fiksi dongeng dia tiap malam yang entah aslinya lucu atau nggak, tapi buat saya lucu, celaan dia kalau sejak hamil saya mirip alien karena perut dan dada membesar tapi bagian tubuh lain tetap kurus, atau dia yang hobi panggil saya Dek Narti, Mantili, Pai Su Cen, atau Suketi. Bayangkan. Istri gak jelek-jelek amat, gak bodoh-bodoh amat juga, lagi hamil tujuh bulan, dipanggil S-U-K-E-T-I??? Tapi anehnya buat saya itu panggilan sayang. 

Kami pernah pada kesimpulan, dengan manusia lain yang dengannya kita sudah berbagi 'rasa' yang sama, kata-kata bisa kehilangan identitas. Apa artinya 'aku benci kamu' yang diucapkan saat berdua duduk di sofa sambil peluk-pelukan? Seperti, tidak berartinya kata 'bitch' yang sering diucapkan antar saya dan teman-teman dekat di Alir dulu, satu sama lain.

Saking seringnya merasa kalau "Ini nikah kok kita berdua gini-gini aja ya...", dia bilang ke saya atau sebaliknya, 

"Pep, kamu nikah yang serius dong... Masa kamu suka ngatain aku pantat-panci?"
"Yabis kamu yang mulai, aku dibilang kembalian-micin.. Micin itu aja udah kembalian belanja, Pamp! Aku kembaliannya kembalian dong? Hina banget deh..."
"Kamu bukan kembalian-micin kok, cuma mirip Mak Bongki aja..."

(dan dialog ini akan berkembang, bisa ke kutub positif yang akhirnya sayang-sayangan, atau ke kutub negatif yang berujung cela-celaan dengan rating 17 tahun ke atas).

Dangkal memang, 
tapi untuk pembicaraan-pembicaraan seperti itu setelah diskusi panjang tentang kontraktor rumah atau perencanaan keuangan keluarga, saya memilih dia untuk menikah. 


2 komentar:

dyra mengatakan...

ichaaa, tyap kali mampir kesini, pasti gwe selalu senym-senyum sendiri. dan kadang mata berkaca-kaca *kayak sekarang*

senang ya kalo berdebat panjang ma suami akhirnya jadi ngakak" sendiri. gwe baru beberapa bulan terakhir ini bisa kek gitu.

btw, semoga sehat terus ya,, dilancarkan persalinannya besok.

*pelukpeluk semacem SKSD :P

Ariza mengatakan...

iya... buat gw lebih menyenangkan punya lawan berdebat tapi no hurt feeling daripada diem2an.. hihihi...
amiin. makasih yaa doanya, mak...