Jumat, 13 Juli 2012

Yang Tidak Pernah Berhenti

Pada dasarnya tidak pernah ada titik ekulibrium pada kehidupan manusia. Yang ada hanya berusaha mencari keseimbangan dengan menaik-turunkan satu dua variabel agar sampai di titik yang sering disebut kemapanan.

Aku menyebutnya absurd, karena definisi mapan ternyata sekabur pandangan dari kacamata yang terkena uap panas mie instan. Terlalu banyak hal yang tidak bisa kita kendalikan. Karenanya, menyebut relatif bisa dibilang underrated. Absurd lebih mendekati. Seabsurd masa depan. Harus diakui, yang pasti dalam hidup ternyata adalah masa lalu. Masa di mana banyak orang sulit beranjak dari tempatnya, masa yang banyak dikenang dalam lagu atau tulisan.

Ditemani suara teman sebelah kubikel, berita pilkada, dan ketak-ketik suara keyboard komputer, dalam pencarian kadang aku menemukan hal-hal ajaib seperti seorang titisan dewa berupa wanita yang memakai high-heels 9 cm di dalam commuter line yang cukup padat sepulang jam kerja. Atau keajaiban lain seperti lagu lama milik band mainstream yang ternyata berhasil membawa rasa yang mungkin sudah menjadi kerak di salah satu sudut pengap entah di mana.

Ajaib adalah kata untuk menyederhanakan begitu banyak variabel tak terduga. "Ajaib" adalah pembenaran bahwa kita bisa melakukan hal-hal diluar rencana, atau di luar kenormalan populasi. Kadang membenarkan yang salah, atau membuat gampang hal yang sebenarnya sulit.

Kadang aku sering tak tahu, apa sebenarnya yang dicari. Lalu berhenti di tengah jalan untuk meyakinkan diri, atau memutar balik saat itu juga, atau terlambat menyadari dan kemudian menjadi luka. Dan yang aku maksud dengan 'kadang' di awal paragraf ini memiliki arti 'sering sekali'.

Diam menjadi respon alami setelah aku merasa lelah. Padahal dalam episode ini, tidak ada waktu untuk itu. Dalam episode ini, semua peran mendadak berubah menjadi zombie, dengan menyisakan satu orang yang ditakdirkan naskah untuk menjadi korban sekaligus jagoan.

Diam selalu kupakai sebagai pencahar alami. Semacam detoksifikasi agar racun-racun pikiran yang menumpuk dan kebanyakan kubuat sendiri sedikit-sedikit keluar dari tubuh lewat tangisan tanpa suara yang mulai ahli kulakukan sejak lama. Detoksifikasi. Kemudian mulai memfokuskan pandangan pada satu titik fatamorgana dengan jarak tak hingga dari depan mata.

Karena yang tidak berhenti, adalah mencari.

1 komentar:

el mengatakan...

duh,

kamu masih terus mencari, kalau aku pengin berhenti. heuheu..