Rabu, 06 Agustus 2014

Penyala


Kegelisahan bisa datang dari pacar yang tak segera membalas whatsapp padahal terlihat bahwa dia masih online beberapa detik yang lalu. Juga dari perhitungan finansial kiriman orang tua dan keinginan berburu sale H&M bagi mahasiswa yang tidak datang dari keluarga kaya raya.

Di pojok kota, gelisah bisa berarti kesenduan menunggu suami datang membawa beberapa lembar uang dua ribuan lecek setelah seharian menyopir angkot. Atau susahnya memejamkan mata karena kekasih sedang bertugas di perbatasan daerah konflik di tepian tanah air kita.

Entah terbuat dari apa pikiran dan rasa manusia, karena mereka bisa tarik-menarik begitu sengit sampai kita lupa, sebenarnya apa yang menjadi inti kegelisahan?

Suatu malam, di antara deretan kursi yang diduduki beberapa puluh orang yang sedikit banyak memiliki tujuan jangka pendek yang serupa dangan saya, ada satu yang sedang berbicara. Tidak banyak kata-katanya yang meresap, kecuali ketegasannya menjadikan anak sebagai tujuan utama setiap satu-persatu mimpi yang berusaha diraihnya.

Terbukanya pikiran bisa datang kapan saja, kadang di antara tumpukan sampah basah di pojokan pasar tradisional. Air mata saya menetes di alam imajiner. Kegelisahan tiap-tiap malam, akan kemungkinan terpisah dalam waktu yang lama dengan penyala hati. Ketidakmampuan diri menahan keinginan menjadikan mimpi masa kecil menjadi kenyataan, tak urung sempat saya renungkan sebagai kegagalan menjadi seorang istri dan ibu yang baik seperti standar masyarakat kebanyakan.

Lalu, satu kalimat itu memutarbalikkan pemikiran. Penerimaan diri yang mulai saya lupakan, dengan keras hati saya kembalikan. Penerimaan diri bahwa terjadi satu kekuatan alam yang mahadahsyat yang menjadikan saya sebagai satu individu baru yang aneh. Semacam hybrid. Ada sebagian yang sama persis tidak berubah sejak pertama kali Ibu saya menangis haru mendengar tangisan pertama bayinya, dan ada sebagian yang melekat erat, baru saja datang dari peran saya sebagai Ibu dari sang penyala hati.

Kata klise bahwa Ibu akan selalu memberikan yang terbaik untuk anaknya tidak bisa saya bilang salah. Tetapi, kesempatan saya kali ini untuk (sekali lagi) melanjutkan mimpi, akan saya kejar untuk memperluas OPSI kehidupan yang akan dihadapi anak yang sudah menerangi hati.

Jika secara alami dia akan memiliki pilihan untuk menjadi istri, menjadi istri dan ibu, menjadi ibu yang bekerja, lulus, lulus S2, menjadi seniman, menjadi pengacara, dan tak terbatas lainnya, saya akan sangat berbahagia memperluas pilihan itu dengan satu hal: sangat menginginkan sesuatu lalu mewujudkanny.

Apapun keinginan itu, saya ingin dia meyakininya, dan menjadikannya nyata untuk mengejar mimpi berikutnya. Dan adalah sebuah kehormatan untuk memberikan pilihan itu kepadanya.

Love is all, love is new
Love is all, love is you 

Because the sky is blue, it makes me cry.... (The Beatles)





Tidak ada komentar: