Kamis, 06 Mei 2010

Aku Pikir Kita Sudah Sepakat Malam Itu

Baru setelah curhat malam-malam hampir dua jam, lagi digantung dan diselingkuhi pacar ga mau dibilang selingkuh tapi udah bilang sayang-sayang, dan sedang diskenariokan biar seolah-olah dia gak bersalah lalu aku sadar diri mundur dan meminta putus baik-baik, salah satu sahabat terdekat, sebut saja SISKA mengaku dosa bahwa dari sejak pertama aku mengenalkan si pacar pada waktu itu (mari kita semua saat kata pacar di sini artinya adalah mantan pacar terakhirku yang kuanggap tidak pernah ada itu), kalau gak salah di eX sebelum nonton SORE, dia sama sekali gak merasa bahwa dia adalah orang yang tepat buatku. Dia bahkan bilang ke suaminya bahwa dia berharap aku putus saja.

Jauuh setelah aku putus, suatu malam ditelpon, satu lagi sahabat tersayang, yang biasa kita panggil Damdam mengaku pelan-pelan, bahwa dia, Siska, dan ARMAN, bahkan pernah membahas betapa aku dan si pacar itu tidak ada sesuatu berwarna merah jambu yang menyala terhubung di atas kepala kami berdua. Gak cocok. Gak ada chemistry. Gak klik. Sebut semua istilah ketidakcocokan antara laki-laki dan perempuan, lalu itulah yang mereka bertiga perbincangkan.

Tiga orang itu adalah sedikit dari orang yang kenal aku sebenar-benarnya. Yang kalaupun mereka menghujat, aku gak akan mencak-mencak. Tapi mereka melakukan gerakan tutup mulut, kami semua  bermain peran sebagai orang dewasa. Memenuhi norma bahwa pada umur hampir 25, hubungan itu harus tentang logika. Cinta gak penting, chemistry bisa dibangun, dan klik bisa diciptakan. Lalu tragedi terjadilah. Bukan, bukan aku menyalahkan teman-temanku, tapi aku menyalahkan diriku sendiri yang tidak peka. Tidak mendengar suara hati, tidak membaca raut wajah Siska yang tidak pernah antusias membicarakan si pacar, atau Damdam yang tampak enggan menjalin pertemanan, atau Arman yang yaah begitulah. Mungkin memang udah ada garisnya aku sama dia gak akan sama-sama, tapi caranya mungkin bisa lebih baik dari cara menyedihkan kemaren, kalau jaring laba-laba yang ku runut berbeda dari awalnya.

Sekarang aku ada di posisi Damdam, Siska, Arman, dan aku dari awal gak mau jadi si teman yang menyesal karena gak mau bilang dari awal bahwa secara FEELING, aku gak bisa melihat temanku dan laki-laki itu hidup bahagia SALING mencintai bahu membahu membangun menara berdua. Aku gak bisa. Bodo amat dimusuhi, tapi aku tetep gak setuju. Lalu putuslah mereka, dengan tragis, balik, putus, balik, putus. Dan terakhir kemaren putus besar. Untuk sampai di titik aku mendengar cerita dari teman lain bahwa si teman ini akan mencoba lagi satu cara untuk kembali mengakhiri fase putus ini, dengan satu tindakan yang menurutku bodoh. Sangat Bodoh.

Dan postingan ini untukmu, temanku. Aku tau tiket itu non-refundable, dan aku mau ganti nominalnya -kita semua tau itu bukan masalah nominal-, dan sudahlah kalo memang kamu mau balik lagi, jika dia adalah satu-satunya orang yang bisa kau lihat setiap pagi setiap hari, yang adalah Oscar and The Lady in Pink-mu, jika kesepakatan kita suatu malam di kereta itu tidak benar-benar dari hatimu, go get him, aku bisa salah, kami semua bisa salah, tapi aku juga bisa benar. Dan jangan pake cara yang ini. Find another way, honey, just find. Not this one. For better good.

Your Desperate Friend,


Gambar dari sini.

3 komentar:

Jengskaa mengatakan...

ehmm. sejujurnya gw lupa pernah ngobrolin lu bareng dam2 dan ayman...

Ariza mengatakan...

uhm, mungkin damdam sama arman doang kali ya? ga tau deh, tapi dam nyebut nama lo tuh... yeah whatever deehh, yang penting intinya itu. hehe. miss you!

cumi mengatakan...

Cha, honestly waktu kalian ke Bandung itu kami (me n hubby) juga ngga ngeliat the thing called love between you guys. Tapi masa mau dibahas? He he komentarnya telat yah?