Rabu, 23 Juni 2010

Teater Gandrik

 Satu hal yang langsung terasa dari pementasan Teater Gandrik yang baru pertama saya lihat adalah semua orang, literally semuanya, yang ada di panggung sangat menikmati pertunjukan yang mereka buat. Atmosfer itu diciptakan dari berkumpulnya seluruh pemain, crew, dan musik di panggung, jogat-joget dan nyanyi-nyanyi 'seakan-akan' pementasan itu 'cuma' latihan atau mentoknya Gladi Resik. Tidak ada layar yang dibuka, atau sesuatu yang wah sebagai pembukaan. Saya dan pacar yang datang 5 menit sebelum dimulai dan melihat kehebohan para pemain yang jejogetan di panggung serta ke-santai-an itu berkali-kali saling bertanya, "Ini belum mulai kan pentasnya?".

Bahwa chemistry antar elemen di teater gandrik ini sangat kuat, sebenarnya bukan sesuatu yang mengejutkan, mengingat Teater Gandrik berada di bawah payung Padepokan Seni Bagong Kussudiardja bersama dengan Kua Etnika, Sinten Remen, dan Orkes Melayu Banter Banget, dengan orang-orang yang menurut saya, 4L, lu lagi lu lagi.

Sebagai orang Jawa (okay, half-blood), dan berbahasa jawa secara aktif, menyimak pementasan bertajuk Pandol (Panti Idola) sepanjang 3 jam ini seperti nonton lawak yang mengangkat tema berat dan dituangkan lewat skenario yang cukup disiplin. Ada beberapa adegan terlihat sebagai improvisasi yang direncanakan, in a positive way, improv ini tetap ngajak tertawa, tapi tidak asal-asalan. Walaupun juga banyak improvisasi yang asli original nyeplos di atas panggung. Masalah baru terasa kalau teater ini ditonton oleh orang yang sama sekali tidak memahami bahasa jawa, karena banyak sekali celetukan dan guyonan yang memang dari sananya sudah ada rumus, akan lucu dengan bahasa aslinya. Seorang penonton di belakang saya, berkali-kali menanyakan apa arti dari ucapan pemain yang membuat seisi Graha Bhakti Budaya tertawa ngakak, dan walaupun akhirnya di-translate teman di sampingnya, saya yakin gak akan selucu aslinya.

Ide cerita Panti Idola ini adalah tempat rehabilitasi para korban korupsi. Saya suka idenya, inti ceritanya, tapi pengembangan cerita Pandol ini menurut saya biasa saja, potret keadaan Indonesia yang sebenar-benarnya di saat ini. Pandol dan pasien-pasiennya hanya menjadi atribut untuk menceritakan bagaimana tersistemnya korupsi di Indonesia saat ini. Dan jujur, itu adalah downgrading dari ekspektasi saya dari pas pertama tahu tentang konsep panti rehabilitasi Pandol. Saya pribadi, akan lebih tertarik jika Teater Gandrik tidak terjebak dalam skema 'potret' saja, tapi lebih kepada filosofi di dalamnya.

Butet Kartaredjasa bermain bagus, tapi tidak kemana-mana, perannya menurut saya seragam dan mirip dia yang di program televisi biasanya. Sorry to say, berat hati saya akan membandingkan dengan Ratna Riantiarno yang juga adalah maskot teaternya, di pementasan terakhir berperan sebagai Dewi Kwan Im, instead of menjadi permaisuri atau peran semacamnya. Yang paling mencuri perhatian saya adalah peran Kepala Dinas Pendidikan, tepatnya saat dia diperiksa Panitia Pemberantasan Korupsi. Dan Momen terlucu buat saya adalah saat salah satu pasien di Pandol, yang membacakan puisi Krawang-Bekasi, mengobrak-abriknya menjadi pidato. Alasan personal sih sebenarnya, karena saya pernah lomba baca puisi dan berhari-hari dulu memahami puisi itu dengan guru bahasa indonesia saya. Yang ada di memori saya, Krawang Bekasi itu adalah puisi perjuangan yang muram, dan kalau itu berhasil dijadikan humor oleh Gandrik, menurut saya itu sangat jenius.

Dengan pementasan di hari kerja, mulai jam 8 sampai jam 11, saya bisa bilang bahwa nonton Teater Gandrik sangat menyenangkan. Kombinasi antara seni yang berkualitas sekaligus sederhana, bahasa lugas, musik yang sangat menyatu dengan keseluruhan cerita, dan tentu saja kemasan tradisional mulai dari kostum, make up, tari-tarian, lagu, Butet Kartaredjasa, Djaduk Ferianto, bisa dipastikan di pertunjukan-pertunjukan Teater Gandrik di Jakarta berikutnya, saya dan pacar akan duduk di deretan ketiga terdepan dari panggung, seperti semalam.

7 komentar:

Ana mengatakan...

wii.. enak ya kamu dan pacarmu sama-sama suka teater.. hihihi.. aku ngga ngerti sama sekali

I. Widiastuti mengatakan...

sekarang sudah ada kosakata baru dalam blogmu, "pacar" hihihih.

Ariza mengatakan...

sapidudunk: udah pernah nonton belooom? kalo belom, jangan bilang ga ngerti looo hehehe, ga semua teater itu rumit kok, itu masalah mindset aja menurutku sih...

dindie: ahhhhh *blushing*

Pacar mengatakan...

aku suka Gandrik karena suka misuh-misuh....... :-p

saidiblogger mengatakan...

kalo dah teater aku angkat tangan deh.. Tapi aku minat loh.. aneh kan?hehehe

Ariza mengatakan...

kamu: kamu kan emang sukanya seni2 yang bahasanya kasar :P

saidiblogger: weh, jangan angkat tangan.. :P

udinmu mengatakan...

sepertinya menyenangkan sekali nonton teater, ntar deh klo si kecil dah boleh diajakin main main, smoga bisa menyempatkan nonton ah..
btw, met ultah ya.. [telat]. hehehe