Senin, 20 Desember 2010

No Need To Be Afraid.


Ada satu momen, aku belajar bahwa fragmen-fragmen hidup itu saling menjawab. Satu fragmen kita bertanya-tanya, fragmen lainnya, di waktu lain akan menjawab sendiri. Itulah mungkin yang orang bilang, Tuhan selalu mendengar doa kita, kapan Dia mengabulkan dan kapan menunda atau memberikan yang lebih baik, itu cuma masalah waktu. Waktu yang dalam sifat ketuhanan, sama sekali tidak dimengerti manusia. 

Buatku, 'kapan' ada fragmen yang menjadi jawaban tergantung dari pilihan-pilihan mana yang kita buat. Semakin cepat waktu kita gulirkan pada fragmen itu, semakin cepat fragmen lain akan menjawab. Di sini, waktu bukanlah hitungan menit dan jam, tapi dalam hitungan langkah. Seberapa berani kita melangkah, mengambil pilihan, membuat keputusan. Itulah yang difirmankan, agar kita mengubah nasib kita sendiri. Bukankah Tuhan lebih dekat dari urat nadi?

Setahun yang lalu, aku masih orang yang berfikir bahwa pernikahan adalah segala sesuatu yang harus dipikirkan dengan sangat-sangat-matang-mendekati-kesempurnaan. Semuanya, termasuk kesiapan diri, materi, resepsi, kehidupan setelahnya, kecocokan, prinsip-prinsip, dan apalah yang selalu ada di artikel majalah wanita. Ada dua orang yang sebelumnya pada akhirnya gak sabar menunggu dan memahami kerumitan yang aku ciptakan sendiri. Padahal aku ini orangnya dari sononya pembangkang, memburu-buru di saat yang tidak tepat, sama saja menyuruh aku lari pergi sejauh-jauhnya.

Lalu datanglah dia. Ngejogrok tepat setelah aku tau orang seperti apa yang aku mau untuk hubungan selanjutnya. Karena ada titipan pesan dari seorang teman dekat yang aku ingat betul, jangan memulai lagi membuat hubungan baru sampai kamu benar-benar tau, orang seperti apa yang kamu mau jadi teman hidupmu. Jawaban yang ketemu dari perjalanan mendadak, bikin paspor nembak, beli tiket di saat udah gak promo. Bukan soksok-an Eat Pray Love, tapi travelling itu memang auranya kebebasan (ini serius, alami dulu, baru boleh nyela). Jauh dari rumah, jauh dari kantor, gak kenal siapa-siapa, lupa hari, mengalami hal-hal baru, sukses menjelaskan ke semua tempat makan biar gak di kasih daging babi  tapi justru kepentok makan juga di hostel sendiri, secara psikologis membuat kita jadi merasa jauh dari kesakitan yang dalam. Dan sedikit-sedikit, ada pertanyaan-pertanyaan yang terjawab, juga kompromi dan negosiasi dengan diri sendiri.

Pulang dari sana, aku tanda tangan darah sama diri sendiri, aku mau nanti pacaran sama orang yang kayak temen sendiri. Yang bisa menertawakan hal yang sama. Yang bisa menikmati hidup dengan cara yang sama. Yang tidak menuruti semua permintaanku begitu saja, tapi juga bisa marah dan mengingatkan seharusnya aku gimana. Kaya temen sendiri bukan berarti sekarang harus udah temenan, waktu itu, aku membayangkan aku bakal ketemu orang yang seru dan bisa pacaran sekaligus temenan, dan untuk ketemu itu dibutuhkan waktu yang lama. Mungkin aku bisa lanjutin kuliah dulu, udah niat mau daftar S2  Ilmu Ekonomi UI semester ganjil 2010, bangkrut-bangkrut deh buat bayar kuliah. Tapi, tiba-tiba Roti Srikaya membuat suatu gebrakan yang sensasional, dan lalu semuanya berjalan secara natural.

Duduklah kami suatu sore di bulan Juli, di deretan tempat makan kaki lima di sisi Taman Menteng, setelah makan sate padang dan nasi goreng gila, there he is, mesen pisang bakar coklat keju. Dan atas nama meises-meises  tabur pisang bakar yang tersisa, dia ngajak berhemat, mengurangi biaya pulsa dengan cara tiap malam ngobrol berdua. Tatap muka. Di rumah kami. Bayar listrik dan PAM berdua. Gimana?

Bukan pake cincin berlian memang, well, pengennya sih dilamar pake diamond, bending on his knees gitu kan ya *hollywood victim*, tapi untuk ukuran orang Melayu yang biasanya ngelamar itu langsung ke orang tua, ini, buatku, cukup manis :).

Ini bukan akhir masalah, memang, akan ada banyaaaak masalah baru yang muncul, tapi kami berdua sepakat, manusia itu kodratnya hidup dalam petualangan. Kami berdua memilih untuk akan menikah, bukan karena diburu umur, bukan karena dikejar deadline orang tua, bukan karena semua teman udah menikah, bukan karena alasan-alasan lain, tapi karena kami sudah yakin untuk saling memilih. Kami mau memulai petualangan baru berdua, setelah sama-sama sudah merasa cukup puas dengan petualangan hidup masing-masing.

(Boong itu semua, yang bener adalah, biar kalo kami jalan, nonton midnight atau pertunjukan teater, bisa pulang ke rumah yang sama, capek dia nganter aku dulu, trus baru balik ke kosnya. Sungguh alasan yang dangkal, no?)


Fragmen ini ingin aku ringkas dalam satu surat, dan aku kirim lewat mesin waktu ke AKU awal tahun lalu. Biar tangisan-tangisan tiap malam itu bisa segera reda. Dengan satu kata label surat, satu-satunya kata kunci yang perlu diingat:

BERANI.

Sudah, itu saja, Cha.
Apa lagi yang musti ditakuti?

 

Suatu malam, setelah Indonesia-Filipina, 1-0.
Thought I'd been in love before, but in my heart I wanted more. Seems like all I really was doing was waitin' for you. (The Beatles)

Picture was taken by me
Model: my fingers and his fingers, 
Location: Amazone, Plaza Indonesia, 
Property: cincin plastik hasil nukerin poin.

14 komentar:

Anonim mengatakan...

ini cuma ONROP.... eh, Cinta, kalian takut apa?

Anonim mengatakan...

kedip kedip...
bengong bentar...
ke toilet..
balik lagi baca dari awal..
kedip kedip lg..
seriusan ya???kapan????
congratz....

*fatty yg lsg pengen ke taman menteng biar ad yg nglamar....

Anonim mengatakan...

+peluk Icha erat, kencaang+


SELAMAT CHAAAAA.. :D





+Vio+
doakan cepat menyusul. :))

Anonim mengatakan...

Bayarin pam+listrikku skalian dooong!
Hihi...
I love u!

-ska-

Ariza mengatakan...

Papin: ...takut kamu!

fatty: kapan-kapan fattyyyy... hehehe... nanti di kasih tau yaaaa...

vio: +peluk vio jugaaa+

makasi vioooo... :')
Semangat!

cka: males! hahahahhaa.... love you tooooooo! muaaaaach!

Ana mengatakan...

*terharu*
alesan yang sama kenapa aku nikah juga keran capek kalo harus si dia nganter dulu ke kost ku trus balik ke kost nya.

*sama sekali tidak dangkal kok mba*

rou mengatakan...

aaah siyal,
kamu membuatku (hampir) menangis..

so happy for you, dear.. *pelukpeluk*

Adelia Surya Pratiwi mengatakan...

kakakku. Aku tahu. Aku tahu ketakutan itu. Ketakutan yang sama. Seperti pergi jauh meninggalkan mimpi dan bergabung dengan dunia nyata. Seperti enggan mengakhiri long show selama 22 tahun ini.

Gila, dan aku.. sepertinya belum begitu berhasil mentas dari keraguan ini. Oke, tapi beda masalah. Hehehe.

Btw, itu manis sekali sih cara melamarnya..!!! *senewen

Selamat bahagia, selamat beraura travelling (baca: kebebasan, kebebasan dari rasa takut)

*berdoa buat mbak icha dan mas damar*

KISSES AND HUGS,
adikmu

Kiky mengatakan...

horeeeeeeeeeeee

ichaaaa, pengen peluk kamuuuu!!!

Ariza mengatakan...

sapidudunk: makasi yaaa na :)

rou: hihihi, maap, tapi (hampir) menangisnya karena bahagiaaa kaannnn? :P +pede+

adikku: YA. Ketakutan yang lahir karena logika dan perasaan senang berperang. Muter-muter aja dari perang yang satu ke perang yang lain.

Ini mungkin saatnya memutus lingkaran siklus, biar lahir yang baru. Perlu bertahun-tahun untuk menjadi berani di fragmen ini.

Terima kasih adik, aku juga berdoa untukmu! Untuk pangeran berkuda yang bayangan punggungnya pun belum kamu tau bentuknya. Tapi kamu harus terus melangkah untuk menangkap bayangan itu, kan?

Muah!

Amel: Makasiiih :D *huugs*

eL mengatakan...

hai icha, welcome.. *halah..

selamat yaaaaaaaaaaa.... :P

udin mengatakan...

CONGRATS !!! smg dimudahkan urusannya. lancar jaya. btw. lama ndak mampir tau tau dah mau kawin.

dyra mengatakan...

langsung berkaca-kaca, baca yg bagian ngajak berhemat, huhuhuhu

semoga semua lancar dan sampai akhir ya Cha, amiiiin

*happy for you, both :))

Ariza mengatakan...

eL, Udin, Dyra : Makasih yaaa... Minta doanya :D