Rabu, 19 Oktober 2011

Bienal Sastra Salihara

Dari email program bulanan Komunitas Salihara dan facebook Frau, saya tahu kalau pembukaan Bienal Sastra Tahun 2011 ini ditandai dengan pembacaan puisi oleh penyair Hana Fransisca dan F. Rahardi, juga tafsir puisi oleh Frau dan Bandanaira, tanggal 8 Oktober 2011. Dari awal, saya sih memang cuma ngejar nonton Frau, karena basisnya dia ada di Jogja sehingga jarang-jarang Frau pentas di Jakarta. 

Undangan baru dapat dua hari sebelum acara karena pembukaan ini memang cuma buat undangan, jadi prosedur buat nonton acara khusus undangan di Salihara adalah: kirim email minta invitation ke mereka tulis nama lengkap SEMUA orang yang akan datang, trus nama-nama itu bakalan dimasukin ke waiting list, pihak salihara akan mengkonfirmasi undangan mereka, kalau ada yang berhalangan hadir si waiting list ini bisa dapet undangan deh ke acaranya. 

Acara dimulai jam 8 malam, tapi sebagai pihak penerima undangan dari waiting list, saya dan Roti Srikaya harus datang jam 18.30 buat konfirmasi kehadiran, kalau nggak, kami bakalan dicoret dari daftar. Kami berdua udah punya tempat PeWe di sana sih, warung lesehan persis di depan Salihara, jadi santai aja nunggu lama-lama. Kadang juga makan minum di Kopitiam Oey Salihara, cuma karena ibu hamil ini gak bisa makan porsi besar, jadi mendingan di lesehan aja biar bisa makan nasi kucing yang porsinya ya se-porsi kucing ;).

Sepanjang acara, sejak masuk ke dalam teater, kami berdua norak melihat penulis-penulis dan orang-orang keren versi kami seliweran. Gong nya adalah, saya elus-elus perut dan ngajak ngomong little fetus, kalau di umur kandungan saya yang ke 10 minggu enam hari, dia udah ketemu sama Sapardi Djoko Damono. "Kiddo, he's the one who writes Ketika Jari-jari Bunga Terbuka".

Frau membuka acara, dan tanpa sadar saya cubit-cubit Roti Srikaya gara-gara dia menafsirkan Senja di Pelabuhan Kecil-nya Chairil Anwar diluar imajinasi saya, dan mungkin hampir semua orang. Puisi yang dari jaman SMA, pertama kali saya baca, kesannya muram, muram karena patah hati. Lalu inilah tafsiran Frau:

Selalu menyenangkan bisa melihat/mendengar penafsiran orang lain atas suatu karya seni. Walaupun katanya menikmati seni itu sangat personal ya, tapi saya sih kalau masalah taste, agree to disagree aja. Malam minggu itu, walaupun niat utamanya nonton Frau, tapi ternyata kami berdua juga sangat menikmati puisi-puisi Hana dan F.Rahardi. Apalagi Bandanaira, pulangnya Roti Srikaya beli CD nya buat diperdengarkan ke Lil Fetus.

Semalaman lucunya gak mual-mual, mungkin karena sebelum berangkat saya bilang ke perut: "Malem ini, kita mau nonton Frau, liat pembacaan puisi juga di Salihara, kamu yang pinter ya. Malam Minggu di TIM dan Salihara kayak gini bakal kamu rasain terus sampai kamu gede dan punya referensi seni sendiri, jadi terima aja ya, jangan bikin aku mual-mual....". Ini masih janin di perut udah di ancam-ancam, hahahaha. But it works, and we were sooo happy that night. 

Mungkin nanti lil fetus mau jadi kayak Frau? Sapardi? Goenawan Mohammad? So this is a promise, i will be your number one supporter, whatever you will be.

3 komentar:

Ayu Welirang mengatakan...

sepertinya ini acara yang sangat keren ya mbak.

saidialhady mengatakan...

mmang karya seni ini punya tafsir yang berbeda-beda.. dan yang membuat pun kadang juga memang berniat menyerahkan kepada penikmat seni untuk menafsirkan sendiri.. ya itulah seninya.. :D

riana mengatakan...

Frau memang keren abiss, love it ...thanks for posting the video, cha :)