Pernah kamu, sekali waktu bilang, besok aku nggak bisa jemput ya. Biasanya pagi-pagi kamu jemput ke rumah, antar ke sekolah, dan tanpa diminta menungguku sampai aku selesai rapat OSIS untuk mengantarku pulang, nyelonong ambil air putih dingin di dapur, lalu pulang tanpa bilang apa-apa. Setelah hari itu, kamu tidak pernah datang lagi. Setiap ketemu, aku tanya-tanya, kamu cuma jawab nggak ada apa-apa. Aku ingat, sehari sebelumnya, aku cerita tentang seseorang. Tapi kenapa? Tanyaku dengan nada tinggi. Aku cerita tentang kakak kelas itu karena aku setengah putus asa setengah takut patah hati, aku mau mengakiri perasaanku yang begini dengan mempertegas bahwa dari awal sampai seterusnya, aku mau kita tetap teman saja, walau aku suka. Kamu diam saja. Bahkan setelah aku bilang kalau aku suka.
Bertahun kemudian, aku sudah lupa bahwa kita pernah melewati saat-saat itu. Sudah tiga atau empat kali aku jatuh cinta, dengan senior di kampus, teman seangkatan, angkatan yang lebih muda, dan sekarang seorang dari kantor sebelah. Beberapa kali kita ketemu, dengan teman-teman yang lain, aku sudah tahu bahwa kita memang nggak mungkin bisa berteman sedekat dulu, karena setelah kamu menjauhiku -yang sekarang baru aku tahu, bahwa mekanisme setiap manusia untuk menyembuhkan patah hati itu berbeda-beda, aku lalu menjadi pihak antagonis dengan membangun benteng tak tertembus apapun. Kita teman biasa, karena kita dulu satu SMA.
Lalu suatu sore hampir malam, aku membuka pesan pendek di telepon genggamku sambil berdesakan menunggu busway, pulang kantor. Ada tanda ada pesan lainnya yang masuk, dari nomor yang sama yang tidak dikenali. Pesan-pesan pendek yang jika digabung sepanjang dua email itu kubaca berkali-kali sesampainya di kos. Kamu menjawab satu persatu pertanyaan yang lima tahun lalu berkali-kali kukatakan. Malam itu, aku tidak merasakan apa-apa selain perih. Bagaimana bisa kamu menyimpan ini semua, lalu datang di suatu hari, menawarkan selamanya? Bagaimana bisa kamu memilih untuk tidak melupakan aku? Tidak meredupkan perasaan yang seharusnya menua karena tidak terurus? Bagaimana bisa? Aku meminta maaf karena aku sudah jauh berjalan dan berubah dari yang dulu kala. Hatiku sudah jatuh dan kupungut beberapa kali, dan yang dulu terjadi sudah kuobati. Kamu cuma bilang kalau saja kamu bisa, sudah dari lima tahun lalu kamu lupa.
Aku tidak tahu artinya, sampai di detik ini. Kadang ada di hati beberapa orang -banyak orang mungkin- tertinggal satu dua kenangan yang rasanya bukan seperti masa lalu, karena dia tumbuh beriringan dengan setiap masa kini yang dilewati. Tidak mengubah apa-apa, aku tetap sudah tidak merasakan hal yang sama sejak lama, aku hanya memahami, beratnya rasa yang pernah kamu alami, padaku. Kita pernah tumbuh bersama, mendengarkan lagu-lagu yang sama, hanya saja, kamu tenggelam saat aku melompat, dan aku sudah terlalu jauh saat kamu mulai melompat.
*Aku Di Sini Untukmu - Dewa 19
1 komentar:
Icha, aku senang blog ini nyala lagi. Hihihi. Muahh.
Posting Komentar