Selasa, 13 Januari 2015

Teman yang baik untukmu sendiri.


Berada jauh dari keluarga tidak pernah ada di kamus ideal semua orang rasanya. Begitupun buat saya. Tapi saya tahu, saya jauh lebih beruntung dari orang lain yang tidak punya pilihan lain, harus pergi, entah demi apapun alasannya. Dari awal saya punya pilihan untuk lanjut sekolah atau tidak. Setelah sudah pasti dapat beasiswa pun saya masih punya pilihan untuk sekolah di negara yang dekat dengan Indonesia atau tidak. Makanya, di tengah kemalangan homesickness yang tadinya saya pikir tidak akan saya lalui, saya cepat-cepat bisa keluar dari fase mengasihani diri sendiri yang menyedihkan. 

I learn it in a hard way, bahwa saya ini sangat introvert -bukan hanya sekedar agak introvert. Sejak punya anak, walaupun waktu itu saya merasa cukup banyak punya waktu buat diri sendiri, the so called me-time, tapi saat jauh dari keluarga, saya merasa ada bagian dari diri saya yang merasa lebih baik. Bukan tentang produktivitas, karena saya jauh lebih produktif pas di Jakarta. Bukan juga soal ketenangan batin, karena demi apapun di dunia ini, saya paling tenang saat di kelilingi suami, anak dan orang tua. 

Ada kebutuhan 'ngobrol' dengan diri sendiri yang jika terpenuhi, membuat hari-hari lebih baik. Mengasah kemampuan untuk melihat pola dari kejadian-kejadian yang ada di sekeliling. Membangun mimpi-mimpi tentang diri saya sendiri, mempertanyakan apa yang penting, mengilas balik apa yang perlu diperbaiki dan apa yang perlu diubah. Dan semua itu menarik saya dari keterasingan terhadap diri sendiri. Saya menyukai perasaan yang sepenuhnya mengenali siapa yang ada di balik semua ini. 

Sudah lama saya tidak menulis tulisan yang sangat pribadi. Banyak posting yang saya tulis belakangan ini semuanya fiksi, yang percakapannya cuma terjadi antara saya dan kepala saya sendiri. Tulisan pribadi ini sebenarnya ada di folder laptop saya, tapi ingin saya share di sini, agar ada di mana-mana. Agar saya tidak mudah lupa, bahwa nanti sekembalinya di tengah keluarga, saya bercita-cita meluangkan waktu untuk pergi beberapa hari sendirian tanpa keluarga. Karena saya punya kebutuhan lain yang tidak sekedar ke salon atau toko buku sebagai bentuk me-time. 

Dan walau berat, saya belajar banyak. Belajar tentang diri saya sendiri. I do want to move the world, even if it is not significant mathematically. And just like what anonymous said, let those who would move the world, first move themselves.



Picture was taken by the famous dansapar. Yang menjadi teman travelling ter-hits abad ini. Haha. 

5 komentar:

Farisa Noviyanti mengatakan...

Walaupun belum pernah ketemu, I always feel the inspiration and positive energy from you, kak... :)

Sukses ya kak disana! :D

Ariza mengatakan...

Thanks Cha! Sukses juga buatmu:)

kriww mengatakan...

Dimengerti cha :-) in my case, meditation healed me :-) dan berhasil bikin aku berhenti melarikan diri dari diri sendiri. Ngobrol dg diri sendiri itu buatku mengerikan (dulu)

dansapar mengatakan...

ya, Tuhan, kirain yg homesick cuman gue sendiri....

Ariza mengatakan...

Bok, gue homesickkkk tiada tara,tapi sadarnya telat soalnya gak nyangka kalo mengalami. Hih.