Selasa, 27 Januari 2009

Teater Koma: Republik Petruk, Graha Bhakti Budaya TIM, 16 Jan 2009

Tiap nonton Teater Koma, selalu aja ngerasa disindir abis-abisan. Padahal pertunjukan itu kan dibuat bukan buatku gitu, tanpa ada campur tanganku, tapi aku dan teman-teman yang nonton bareng juga punya perasaan tersindir yang sama.

Nonton tahun ini berasa agak personal karena cuman sama damdam aja, biasanya rame-rame, rombongan sirkus. Sebenernya lakon Republik Petruk yang dipentasin itu ending dari trilogi, tapi aku gak nonton dua awalnya, dan masih bisa mengikuti kok. Ringkasan ceritanya bisa dibaca disini.

Lalu, marilah kita bahas satu-persatu:
Sebenernya basic-nya cerita wayang yang simpel banget. Kejahatan lawan kebaikan, iri dengki, balas dendam, tapi dikemas jadi sangat masa kini, relevan, up to date, atau apalah yang semacamnya. Petruk yang di babak satu langsung ditunjukkan sebagai seorang raja menceritakan kisah dirinya sendiri kenapa dia kok bisa-bisanya jadi raja. Sepanjang beberapa babak, dia ngejelasin satu-persatu siapa tokoh-tokoh pewayangan yang tampil, agar penonton ngerti. Biar gak cuma Spiderman dan Superman aja yang terkenal. Di titik itu disindir habis-habisan orang jawa yang sok GAYA dan kebangetan kalo ga ngerti cerita wayang (damn, thats me).

Teater Koma adalah teater yang REALIS banget, gak heran orang dari semua golongan bisa menikmati, walau mungkin interpretasinya jadi dangkal ya... Padahal kalau mau merenung, mikir bentar aja, makna dari dialog-dialognya tuh penuh arti, padat berisi dan tergantung kita mau mengartikan apa. Mau ngikutin cerita aja dan cuma gitu-gitu aja, atau nemu banyaaaaak hal yang bikin kita mbatin "Kok bisa ya kaya gitu?" atau "Ih,, bener banget sih?!". Semua kalangan sosial kena kritik. Ya Pemerintah, ya masyarakat, ya seniman, ya perang, semuanya kena, tapi caranya nyeni, indah dan kena banget.

Di sini, Petruk yang jadi raja karena kebetulan dia punya jimat kalimasada, gak digambarkan antagonis abis, inilah yang aku suka. Gak ada tokoh yang bener2 baik dan buruk, emang nyatanya dalam kehidupan kita gak ada sesuatu yang mutlak kan?

Cara sutradara menyampaikan cerita ke penonton juga AMAZING, ada cerita pas si Mustakaweni nyamar jadi Gatotkaca biar bisa nyuri jimat kalimasada. Aku menebak-nebak dalam hati, apa yang akan terjadi ya? Apa bakalan ada asep tebal trus tiba-tiba Gatotkaca palsu ada di panggung atau Cornelia Agatha (yang jadi Mustakaweni) kostumnya berubah?? Dan ternyata jawabannya mudah saja, tetap ada Mustakaweni di panggung, dan muncul juga Gatotkaca gadungan yang gak ngomong apa-apa. Mulut, suara, dan otak tetep si Mustakaweni. Selama ada adegan penyamaran, Mustakaweni dan Gatotkaca palsu runtang runtung aja berdua,,hehe, cool..

Ending pementasan Teater Koma juga selalu berkesan. Kolosal. Sebanyak 52 pemain+kru tampil di atas panggung, musikal, gemerlap. Dan penonton selalu dililbatkan. Dari atas berjatuhan 'jimat kalimasada' boongan yang bentuknya persis kaya dibawa Petruk sukses jadi rebutan dan membuat penonton berasa ADA di dalam pementasan itu.

Next, Budi Ros yang jadi Petruk was unbelievable! Akting, vokal, penguasaan panggung, semuanya (almost) PERFECT. Pilihan pemain juga bagus banget, mungkin karena lanjutan dari pertunjukan sebelumnya ya, jadi ada aura yang kuat. Cornelia Agatha yang jadi Mustakaweni juga main lebih bagus daripada taun lalu pas pentas "Kenapa Leonardo?". Walo entah kenapa aku sebenernya ga terlalu suka sama aktingnya...

Oya, percaya gak, kalo pentas itu kostum dan make up nya pake tema HARAJUKU????? Hmmpphh,, jenius!

Tapi dari semua dialog, aku dan damdam sepakat, ada satu line punya istrinya Petruk (lupa namanya, yang main Ratna Riantiarno) pas adegan Petruk akhirnya jadi kembali seperti semula, cuma Punakawan aja, si istri bilang: " Sudahlah, kita sebenarnya gak kehilangan apa-apa. Kita berangkat tanpa punya apa-apa. Kerajaan, uang, kedudukan. Jadi kalau kita sekarang seperti ini jangan sedih, kita kan ga kehilangan apa-apa".Trus si mbok Cangik menimpali "Bener. Harusnya kalian bersyukur. Ga semua orang punya kesempatan untuk dapat pengalaman yang berharga seperti kalian". (Maaf, dialog pastinya lupa,hoho)

Intinya, dialog itu tiba-tiba aja bikin aku dan damdam (dan mungkin semua penonton) jadi merasa lebih baik. Merasa nothing to lose. Kalo kita mau merunut, di setiap awal fase kehidupan, kita berangkat dari titik nol. Gak punya apa-apa dan siapa-siapa. Jadi suatu saat, kalo roda kehidupan berputar: Toh kita ga kehilangan apa-apa, kenapa mesti sedih?

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Favorit Aa : LIMBUK!

Sampai tadi pagi, di mobil, Aa masih mengulang uangkapan kekagumannya pada akting Tuti Hartati.

Tuti Hartati benar-benar sukses memerankan Limbuk :)

Ariza mengatakan...

setujuuu!!!!
tapi aku suka petruknya...