Selasa, 08 Februari 2011

Only When The Goal is Unattainable


(Guidance: Listen to the video while you're reading this story)

Aku bisa melihat kamu diam di tempatmu, menyesap kopi sedikit-sedikit sambil meredakan apa yang pengap di dadamu. Menghitung, mungkin bajaj mungkin bemo yang kebetulan melintas di ujung perempatan batas terjauh mata minus itu bisa menjangkau. 

Hidup mengingatkanmu pada gerakan-gerakan tak tentu arah, fisika SMA, yang baru sekarang kamu sadari, mungkin pelajaran fisika tidak sebegitu tak bergunanya. Apalagi bagi orang normal yang tidak tertarik mengetahui berapa jumlah bayangan benda pada dua cermin yang berhadapan.

Dia mudah di saat mudah. Mudah di saat sulit untuk sebagian orang. Dan sulit di saat sulit. Meski bukan hal besar untuk sebagian lainnya. Tidak mudah memang, menjadi pihak yang dituntut untuk menjadi stabil, pada bidang yang tidak rata. 

Kamu mungkin menertawakanku, atau menangisiku dalam tawamu. Apa bedanya, karena tawa dan tangis sama-sama akan menghasilkan kerutan di wajahmu, sepuluh atau duapuluh tahun lagi. Paling tidak, aku ada di situ. Menjadi bagian darimu. Bagian yang bertahun-tahun lalu baru ditemukan, bahwa aku adalah sisi lain dalam tangkup burger murahan yang pernah kita habiskan, suatu siang.
----

Di tepian sisi cermin lainnya, kamu bisa melihat aku, menarik selimut sedari sore, larut dalam tokoh-tokoh novel dan menangis keras bahkan lebih dari jika tokoh itu hidup nyata di sini. Mengetahui betapa orang ini begitu mudah patah dan menjalani hidup dengan penuh teori 'seolah-olah baik-baik saja'.

Kontradisi adalah satu kata yang sudah kita sepakati sedari awal. Bahwa nyata dan maya hanyalah perkara di mana mata diletakkan pada ilustrasi soal ulangan, berapa panjang bayangan cermin cembung atau cekung. Dan ya, rupanya aku belum benar-benar memahami, bahwa kadang, seberapa keraspun mencoba, hidup masih memintamu menunggu. 

Entah sampai kapan. Karena dia adalah pembunuh mimpi nomor satu. Kamu tau, hanya aku yang bisa memilih, untuk menyerah atau mengingat pada kemampuan alamiku. Menjadi keras kepala. Dan berhenti memilih pada perbandingan yang tidak setara. 

Aku semalam tertidur dengan lagu ini berputar berulang-ulang. "Only when the goal is unattainable, do I start to feel like I'm losing myself......". Aku tahu kamu bisa melihatnya. Aku bisa melihat kamu bicara, ini memang tipe musik dan lirik yang selalu aku suka.
Kaos bambu dan celana panjang gombrong, melewatkan mandi sore, ah, kamu sudah tau itu. Sejelas kalender meja berisi foto-foto Antara dan kata-kata bijak China yang sekarang bisa aku lihat dengan sedikit lirikan mata, di ujung meja kerja.


Video: courtesy of Youtube.
Song: Unattainable by Little Joy

2 komentar:

Zian mengatakan...

wah, dalam banget kata-katanya...

Ariza mengatakan...

masa sih? hehe
Terima kasih sudah berkunjung :)